Sejarah Sistem Politik di Indonesia
Sejarah Sistem Politik
Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun
dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di
dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar
menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena
sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis
sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem
kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan
melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan
yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem,
pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Kapabilitas sistem adalah
kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai
keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar
politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti
oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari
sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari
tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan
dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan
politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan
dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun
isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output
dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat
5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu
kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya
masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh
pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang
para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah
berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA
yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat
didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat
merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai
pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif
(pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan
kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka
kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat
terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya
kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang
akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah
maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif, dalam
proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa
kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya
partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas
responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa
sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak
negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional.
Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower)
memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
0 komentar:
Posting Komentar