BUMN
HISTORICAL
BUMN
Pada awalnya BUMN adalah hasil
nasionalisasi ex-perusahaan-perusahaan asing (belanda) yang kemudian ditetapkan
sebagai perusahaan negara. Kemudian dengan UU No.1 prp 1969 dibentuklah 3 jenis
BUMN menjadi “perusahaan jawatan (perjan), perusahaan umum (perum), dan persero”.
Pembagian ini dibentuk berdasarkan dengan tugas, fungsi dan misi usaha pada
waktu itu.
Filosofi mengapa dibentuk BUMN
adalah
karena berdasarkan pada bunyi ketentuan UU pasal 33 khususnya ayat 2
yang mengandung maksud bahwa : “cabang-cabang produksi penting bagi negara yang
menguasai ha-jat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kemudian bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
SEKTOR
USAHA BUMN
Pada dasarnya sektor-sektor usaha
yang dilakukan oleh BUMN mencakup hampir seluruh sektor dan bidang usaha yang
ada dimana didalamnya terdapat 11 kelompok besar sektor, yaitu :
·
Agro industri
·
Telekomunikasi
·
Semen, kontruksi konsultan Engineering
·
Pertambangan
·
Energi
·
Logistik
·
Pariwisata
·
Kehutanan dan kertas
·
Jasa keuangan
·
Industri startegis
·
Jasa penunjang pertanian.
Dari sektor tersebut terbagi lagi
menjadi sub-subsektor seperti ‘jasa keuangan dapat dibagi menjadi jasa keuangan
perbankan dan jasa keuangan non perbankan (misalnya asuransi),demikian juga
terhadap sektor logistik yang dapat dibagi menjadi bidang transportasi,
penunjang transportasi (misalnya bandara, pelabuhan), kawasan industri dok
perkapalan dan lain sebagainya.
KINERJA
BUMN
Saat ini BUMN berjumlah 139 yang
dalam pelaksanaan tugasnya masih memerlukan beberapa perbaikan-perbaikan sistem
manajemennya untuk mengangkat kinerjanya. Perangkat perbaikan tersebut termasuk
untuk menciptakan kontrol sistem, oleh karenanya sejak tahun 2002 diwajibkan
bagi seluruh BUMN menerapkan program GCG yang kemudian diikuti dengan penerapan
program-program lain yang dapat menunjang kinerjanya seperti penerapan program
Risk Management yang gencar diwajibkan sejak awal 2006 ini, selain beberapa
BUMN yang bergerak dibidang industri-industri penting seperti: Telkom, PLN,
Perbankan dan industri-industri berbasis teknologi tinggi telah lebih dulu
menerapkan program Risk Management ini.
LIMA
FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI KEBERADAAN BUMN
- Pelopor
atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya
- Pengelola
bidang-bidang usaha yang "strategis" dan pelaksana pelayanan
publik
- Penyeimbang
kekuatan-kekuatan swasta besar
- Sumber
Pendapatan Negara
- Hasil
dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda
DEFINISI RESTRUKTURISASI DAN
PRIVATISASI BUMN
Pengertian Restrukturisasi BUMN adalah upaya peningkatan
kesehatan BUMN / perusahaan dan pengembangan kinerja usaha melalui sistem baku
yang biasa berlaku dalam dunia korporasi.
Tujuan
Restrukturisasi BUMN :
- Mengubah
kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by
process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result).
Pengontrolan atas BUMN tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas
aturan, petunjuk, perijinan dan lain-lain, akan tetapi melalui penentuan
target-target kualitatif dan kuantitatif yang harus dicapai oleh manajemen
BUMN, seperti ROE (Return On Asset), ROI (Return On Investment) tertentu
dan lain-lain.
- Memberdayakan
manajemen BUMN (empowerment) melalui peningkatan profesionalisme pada
jajaran Direksi dan Dewan Komisaris
- Melakukan
reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam rangka
menghadapi era globalisasi (AFTA, NAFTA, WTO) melalui proses penyehatan ,
konsolidasi, penggabungan (merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan
holding company secara selektif.
- Mengkaji
berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, antara lain penerapan
sistem manajemen korporasi yang seragam (tetap memperhatikan ciri-ciri
spesifik masing-masing BUMN), pengkajian ulang atas sistem penggajian
(remunerasi), penghargaan dan sanksi (reward & punishment).
Pengertian Privatisasi Pada hakekatnya adalah melepas
kontrol monopolistik Pemerintah atas BUMN. Akibat kontrol monopolistik
Pemerintah atas BUMN menimbulkan distorsi antara lain, pola pengelolaan BUMN
menjadi sama seperti birokrasi Pemerintah, terdapat conflict of interest antara
fungsi Pemerintah sebagai regulator dan penyelenggara bisnis serta BUMN menjadi
lahan subur tumbuhnya berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan
cenderung tidak transparan. Fakta membuktikan bahwa praktek KKN tidak ada (jarang
ditemukan) pada BUMN yang telah menjadi
perusahaan terbuka (go public).
Manfaat Privatisasi BUMN
- BUMN
akan menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
- Manajemen
BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
- BUMN
akan memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar domestik.
- BUMN
akan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga
pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
- BUMN
akan memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses
produksi.
- Terjadi
transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi
budaya korporasi yang lincah.
- Mengurangi
defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk menambah kas APBN.
- BUMN
akan mengalami peningkatan kinerja operasional / keuangan, karena
pengelolaan perusahaan lebih efisien.
KONTROVERSI
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pihak yang setuju dengan
privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja
BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan
mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi
di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari
pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru
tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan
laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu
memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran
pajak dan pembagian dividen.
Pihak yang tidak setuju dengan
privatisasi berargumentasi bahwa
apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan
pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran harus
ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi
bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN
dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis
terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.
Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian
privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
yang menyebutkan :
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu
pernjualan saham sebagian dan seluruhnya, kata seluruhnya inilah yang
mengandung kontroversi bagi masayarakat karena apabila dijual saham seuruhnya
kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik
swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta sehingga
ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila dikelola oleh
pihak swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagaian maksimal 49% dan
pemerintah harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak
hilang dan beralih ke swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan
oleh pemerintah.
sementara itu, pemerintah sendiri terdesak untuk melakukan
privatisasi guna menutup defisit anggaran. Defisit anggaran selain ditutup
melalui utang luar negeri juga ditutup melalui hasil privatisasi dan setoran
BPPN. Dengan demikian, seolah-olah privatisasi hanya memenuhi tujuan jangka
pendek (menutup defisit anggaran) dan bukan untuk maksimalisasi nilai dalam
jangka panjang. Jika pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan
privatisasi, secara teknis keterlibatan negara di bidang industri strategis
juga sudah tidak ada lagi dan pemerintah hanya mengawasi melalui aturan main
serta etika usaha yang dibuat. Secara kongkret pemerintah harus memisahkan
fungsi-fungsi lembaga negara dan fungsi bidang usaha yang kadang-kadang memang
masih tumpang tindih dan selanjutnya pengelolaannya diserahkan kepada swasta.
Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan
oleh swasta hasilnya secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara
lain menunjukkan bahwa negara lebih baik tidak langsung menjalankan operasi
suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator yang menciptakan iklim usaha
yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.
Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat
melakukan efisiensi, terjadi penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain
itu, privatisasi memang bukan hanya menyangkut masalah ekonomi semata,
melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut
landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa diterima oleh
masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan
gejolak.
TIGA LANGKAH MENDESAK UNTUK DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM
MASALAH RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
- Mengubah
orientasi pelaksanaan program privatisasi dari berjangka pendek menjadi
berjangka panjang. Artinya, pelaksanan program privatisasi tidak hanya
ditujukan untuk memancing masuknya investor asing dan tercapainya target
penerimaan anggaran negara, tetapi langsung diarahkan untuk membangun
landasan yang kuat bagi perkembangan perekonomian nasional
- Segera
menerbitkan UU Privatisasi yang dapat menjamin berlangsungnya proses
privatisasi secara demokratis dan transparan. Dalam UU Privatisasi ini
hendaknya tidak hanya diatur mengenai proses privatisasi BUMN, tetapi
harus mencakup pula proses privatisasi BUMD dan harta publik lainnya.
Semua itu tidak hanya diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, tapi
juga untuk memperjelas peranan negara dalam pengelolaan perekonomian
nasional.
- Segera
membubarkan kantor menteri Negara BUMN dan mengubahnya menjadi sebuah
badan otonom dengan nama Badan Penyehatan dan Privatisasi BUMN (BPP-BUMN).
Badan yang memiliki kedudukan sederajat dengan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) ini, tidak hanya bertugas untuk menjual BUMN, tetapi
terutama didorong untuk mengutamakan peningkatan kinerja BUMN agar
benar-benar bermanfaat bagi masa depan perekonomian Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar